Lorong Hikmah, Pintu Kenangan, dan Jejak Langkah Sunyi Pencari Jati Diri di Balik Haji 2024
Home/Hubungan / Cinta & Romansa / Lorong Hikmah, Pintu Kenangan, dan Jejak Langkah Sunyi Pencari Jati Diri di Balik Haji 2024
Lorong Hikmah, Pintu Kenangan, dan Jejak Langkah Sunyi Pencari Jati Diri di Balik Haji 2024
Lorong ini, dengan deretan pintu-pintu yang sama, dan balutan ihram yang kami kenakan, bukan sekadar ruang dan pakaian. Lebih dari itu, ia adalah panggung, saksi bisu bagi fragmen-fragmen kehidupan yang tertutur, terukir dalam ingatan. Di sini, di antara jeda-jeda ibadah dan lelah perjalanan, lorong ini dipenuhi suara-suara yang menggugah. Ada suara bijak Pak Darman, yang sering bercerita soal pahit manis pendidikan dan denyut nadi aktivitas sosial yang tak pernah padam. Kata-katanya laksana mata air jernih di tengah gurun kepenatan. Lalu, ada sosok gagah Pak Komandan Heru, dengan kisah-kisah perjuangannya yang penuh semangat, diselingi analisis tajam pada sudut-sudut komunikasi poleksosbud yang kompleks. Mendengarnya seolah membuka jendela ke cakrawala yang lebih luas. Tak kalah inspiratif adalah cerita Pak Joko, si ahli tambang yang selalu mengedepankan rasionalitas, namun tak pernah kehilangan sentuhan kemanusiaan dalam setiap narasinya. Logikanya menuntun, pengalamannya memberi pelajaran berharga. Dan tentu saja, ada dinamika kehidupan Pak Dalimin, yang selalu memandang segala sesuatu dari prespektif kejujurannya yang polos namun mendalam. Ceritanya mengingatkan bahwa kebenaran, seringkali, adalah hal yang paling sederhana. Ini semua adalah rangkaian fragmen, mozaik berharga yang selalu saya ingat. Percakapan di lorong, di depan pintu kamar, saat menanti waktu salat, atau sekadar beristirahat. Momen-momen sederhana yang ternyata begitu melekat. Namun, ada sisi lain dari malam-malam panjang di tanah suci itu. Kala larut malam tiba, saat keheningan merayap masuk dan lelah mengambil alih, saya tahu mereka – Pak Darman, Pak Komandan Heru, Pak Joko, Pak Dalimin – telah terlelap dalam mimpi masing-masing. Saat itulah, dalam keheningan lorong yang hanya diterangi cahaya remang, selalu ada dorongan, semacam panggilan sunyi. Selalu saya tinggalkan kamar yang berisi deru napas teratur mereka. Bukan karena tak betah, bukan karena bosan. Tapi karena ada 'sillaturahmi' lain yang menanti di depan hotel, di antara kerumunan jamaah dari kloter lain, dari negeri yang berbeda, dengan cerita yang berbeda pula. Meninggalkan mereka yang terlelap untuk mencari wajah-wajah asing yang kemudian menjadi teman seperjalanan malam itu. Sebuah tindakan yang mungkin terkesan sepi, namun di dalamnya terkandung pencarian akan koneksi yang lebih luas, rasa persaudaraan universal di bawah langit yang sama. Rangkaian fragmen kisah di lorong yang hangat, dipadukan dengan langkah-langkah sunyi menuju keramaian malam di depan hotel. Keduanya adalah sisi mata uang yang sama, membentuk pengalaman spiritual dan manusiawi yang tak akan pernah lekang dari ingatan. Lorong itu, pintu-pintu itu, ihram itu... dan kesendirian yang saya pilih di larut malam, semuanya adalah bagian dari narasi dramatis dan menyentuh tentang pencarian makna, persahabatan, dan persaudaraan di tanah suci.  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *